Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2013

meteor purba

rembulan mengendap menyambut pekat awan gelap yang pengap mengamini naluri yang gagap dingin membeku tanpa rindu hanya deru perselisihan batu yang gagu lalu sudut hatiku meremang ketika cahayamu gamang merentang dadaku bergelinjang cahayamu kirana adalah meteor purba menyala dalam hampa membakar semesta rasa

jalan yang hilang

drew.. waktu pertama kita ciptakan jalan itu kita begitu riang. bergandeng tangan meremas harapan aku tak lagi ingat betapa perdu menggores dada berapa duri terinjak dampal kaki juga tetesan keringat di dagu kita waktu itu lungkrah dan lelah belum memperkenalkan diri tiba tiba kita sampai di tanah gambut tempat yang kukira tepat menyemai benih benih yang lembut lutut kita laput waktu itu kamu mengingatkanku untuk tidak terburu kamu takut akar tanaman kita mudah tercerabut aku alpa bukan meranti atau ramin yang aku tancapkan hanya kantil dalam hati yang dekil tetapi drew.. kita sudah berada disana sekian lama dan aku lupa membuat peta jalan yang kita ciptakan dulu kini hanya tanjakan dan tikungan mengelilingi semak perdu melingkar lingkar di bibirmu

kama

aku hanya ingin angin sampaikan ini padamu rasa yang bahkan aku sendiri tak tau makna yang sebenarnya. menggantung di langit langit jantungku rasa yang merenda sisi sisi hati dengan deru secepat bumi ketika kuyu yang biru mendera fantasi yang rapuh ini seperti kelaras yang gugur dari ranting ranting jati sering aku buta oleh cahayamu yang purnama tajam melobangi retina dan pupil mata ambisi sang jelata kadang diammu adalah belati menyayat membelah rusuk kiri dan menusuk belikat menderas getah getah rindu yang melebihi sekarat lalu malamku terlewat tanpa mimpi Arimbi yang nekat tetapi kuning melatiku cahaya lilinku dirimu begitu dekat sehingga kupeluk bau tubuhmu yang lekat rekah bibirmu jaring laba laba pemerangkap lalat dan aku selalu tak mampu berteduh ketika suaramu gerimis aku bahkan tak mau berteduh karena gerimis adalah ular yang berdesis karena gerimis adalah irama yang romantis karena gerimis adalah sihir Isis yang mengobati luka dahaga yang menyu

dalam lumpur gelap (aku dan kamu)

aku pernah tersesat dalam pekat yang menjerat lebih kelam dari hitam langkah langkahku israil selalu berjalan dalam gelap yang gigil dan kamu adalah lentera sempat tercebur kedalam lumpur lalu dengan pelukan lengan kokohnya lumpur itu menenggelamkanmu membuatmu lebur dalam tumpahan anggur aku masih israil dalam langkah langkah hitamku yang gigil dan pada lumpur yang sama aku tenggelam tanpa akar yang mampu kugenggam ketika semburat cahayamu menerpa lalu aku mendekat dalam jarak yang tepat aku telanjang membiarkanmu mengusap kulit kulit lara memohonmu membelai batang batang nestapa berharap cahayamu menghangati sepi dan kamu pun telanjang mengijinkanku mengintimi tubuh tubuh ngilu meraba bekas bekas luka menjamah ceruk ceruk masa lalu dan menatap lekuk lekuk jatidiri kemudian aku mengerti kamu tetap sebuah lentera selalu bercahaya, tetapi bagiku kamu tetap seperti puisi indah tapi tak bisa sepenuhnya kupahami

ibu

aku tersesat di belantara yang penuh madat tanpa basah yang gerimis hanya lumpur yang berbau amis ibu aku terbuang saat engkau kendorkan kekang saat engkau lepaskan selendang nalarku belum cukup matang waktu itu aku belum siap ibu aku masih butuh jeweranmu aku masih perlu tuntunanmu aku masih butuh telunjukmu tetapi itu bukan salahmu ibu aku tau engkau memberiku kepercayaan bukan beban engkau mengantarku pada titian bukan tebing yang curam engkau menyerahkanku pada pelindung dan penjaga bukan pada hyena dan serigala ibu aku telah membuatmu kecewa aku menjadi hyena aku menjadi serigala hyena yang mencabikcabik harapan serigala yang merobekrobek masa depan dan membunuh keyakinan tapi kesabaranmu tak pernah menipis ibu kasih sayangmu tak pernah habis aku sering membuat hatimu teriris aku memohon maafmu ibu tak menghargai basah keringatmu menghabiskan air susumu mengeringkan telaga air matamu aku sering menggelapkan mendung diatas kepalamu

wanitaku

lalu apakah aku terlalu menakutkan bagimu seperti elang yang mengintai menunggu lengah dan siap mencabikcabik keakuanmu mencengkeram leher dan memburaikan rahsiamu? yang kamu tak ingin aku tau wanitaku aku tak akan mampu melakukan itu aku bukan elang bahkan sebelah sayapku masih patah untuk terbang sedangkan engkau lebih perkasa dari samodera lebih licin dan menyengat dari moa dan wanitaku aku tidak ingin mencabikcabik keakuanmu aku tidak ingin mencengkeram lehermu dan tetap akan kubiarkan semua yang tak hendak kau bagi padaku menjadi rahasia abadimu wanitaku aku hanya ingin kita sehangat dahana yang membakar tanpa memberi luka aku hanya ingin kita sesejuk kabut saling memberi kesejukan dalam kemarau yang kalut lalu, masih ingatkah engkau pada senja yang kita tuju? senja yang sempurna dengan bangaubangau yang bercengkerama ketika aku akan menggengam jemarimu saat engkau menyandarkan seluruhmu di pundak dan bahuku di jiwaku saat kita akan bersama melukis