Langsung ke konten utama

dalam lumpur gelap (aku dan kamu)

aku pernah tersesat
dalam pekat yang menjerat
lebih kelam dari hitam
langkah langkahku israil
selalu berjalan dalam gelap yang gigil

dan kamu adalah lentera
sempat tercebur kedalam lumpur
lalu dengan pelukan lengan kokohnya
lumpur itu menenggelamkanmu
membuatmu lebur dalam tumpahan anggur

aku masih israil
dalam langkah langkah hitamku yang gigil
dan pada lumpur yang sama aku tenggelam
tanpa akar yang mampu kugenggam
ketika semburat cahayamu menerpa

lalu aku mendekat
dalam jarak yang tepat aku telanjang
membiarkanmu mengusap kulit kulit lara
memohonmu membelai batang batang nestapa
berharap cahayamu menghangati sepi

dan kamu pun telanjang
mengijinkanku mengintimi tubuh tubuh ngilu
meraba bekas bekas luka
menjamah ceruk ceruk masa lalu
dan menatap lekuk lekuk jatidiri

kemudian aku mengerti
kamu tetap sebuah lentera
selalu bercahaya, tetapi
bagiku kamu tetap seperti puisi
indah tapi tak bisa sepenuhnya kupahami

Komentar

Postingan populer dari blog ini

meteor purba

rembulan mengendap menyambut pekat awan gelap yang pengap mengamini naluri yang gagap dingin membeku tanpa rindu hanya deru perselisihan batu yang gagu lalu sudut hatiku meremang ketika cahayamu gamang merentang dadaku bergelinjang cahayamu kirana adalah meteor purba menyala dalam hampa membakar semesta rasa

Malam

Aku belajar pada malam Tentang waktu yang melambat Tentang hati yang tercekat Tentang purnama Tentang menunggu dan kesabaran Tentang dingin dan penantian *** (Purnama itu selalu, walau jauh disana, walau hanya terlihat sebagian saja) Rangkasbitung, 03022023

jalan yang hilang

drew.. waktu pertama kita ciptakan jalan itu kita begitu riang. bergandeng tangan meremas harapan aku tak lagi ingat betapa perdu menggores dada berapa duri terinjak dampal kaki juga tetesan keringat di dagu kita waktu itu lungkrah dan lelah belum memperkenalkan diri tiba tiba kita sampai di tanah gambut tempat yang kukira tepat menyemai benih benih yang lembut lutut kita laput waktu itu kamu mengingatkanku untuk tidak terburu kamu takut akar tanaman kita mudah tercerabut aku alpa bukan meranti atau ramin yang aku tancapkan hanya kantil dalam hati yang dekil tetapi drew.. kita sudah berada disana sekian lama dan aku lupa membuat peta jalan yang kita ciptakan dulu kini hanya tanjakan dan tikungan mengelilingi semak perdu melingkar lingkar di bibirmu