Langsung ke konten utama

Postingan

Malam

Aku belajar pada malam Tentang waktu yang melambat Tentang hati yang tercekat Tentang purnama Tentang menunggu dan kesabaran Tentang dingin dan penantian *** (Purnama itu selalu, walau jauh disana, walau hanya terlihat sebagian saja) Rangkasbitung, 03022023
Postingan terbaru

Y

mungkin kamu hendak menopang langit dengan kedua lenganmu yang tak pernah gamit atau kamu ingin sampaikan kemenangan atas sengatan sengatan takdir yang tak sepadan mungkin kamu adalah jalan lurus yang tiba tiba bercabang atau ketapel yang sesekali melontar kelengkeng madu kali yang lain batu dan inis bambu tetapi kamu bukan huruf yang sepenuhnya mati kamu sering ada dan terbawa dalam kata kata yang didalamnya kamu tak ada seperti mimpi mimpi indahku tentangnya

bermuda

rasaku selalu seperti air terus mengalir dan kamu sering menjadi angin ada saatnya mati dan dingin tetapi rindu adalah ombak mendebur pantai dan karang menyisir pasir, hatimu dan jantungku berdesir

meteor purba

rembulan mengendap menyambut pekat awan gelap yang pengap mengamini naluri yang gagap dingin membeku tanpa rindu hanya deru perselisihan batu yang gagu lalu sudut hatiku meremang ketika cahayamu gamang merentang dadaku bergelinjang cahayamu kirana adalah meteor purba menyala dalam hampa membakar semesta rasa

jalan yang hilang

drew.. waktu pertama kita ciptakan jalan itu kita begitu riang. bergandeng tangan meremas harapan aku tak lagi ingat betapa perdu menggores dada berapa duri terinjak dampal kaki juga tetesan keringat di dagu kita waktu itu lungkrah dan lelah belum memperkenalkan diri tiba tiba kita sampai di tanah gambut tempat yang kukira tepat menyemai benih benih yang lembut lutut kita laput waktu itu kamu mengingatkanku untuk tidak terburu kamu takut akar tanaman kita mudah tercerabut aku alpa bukan meranti atau ramin yang aku tancapkan hanya kantil dalam hati yang dekil tetapi drew.. kita sudah berada disana sekian lama dan aku lupa membuat peta jalan yang kita ciptakan dulu kini hanya tanjakan dan tikungan mengelilingi semak perdu melingkar lingkar di bibirmu

kama

aku hanya ingin angin sampaikan ini padamu rasa yang bahkan aku sendiri tak tau makna yang sebenarnya. menggantung di langit langit jantungku rasa yang merenda sisi sisi hati dengan deru secepat bumi ketika kuyu yang biru mendera fantasi yang rapuh ini seperti kelaras yang gugur dari ranting ranting jati sering aku buta oleh cahayamu yang purnama tajam melobangi retina dan pupil mata ambisi sang jelata kadang diammu adalah belati menyayat membelah rusuk kiri dan menusuk belikat menderas getah getah rindu yang melebihi sekarat lalu malamku terlewat tanpa mimpi Arimbi yang nekat tetapi kuning melatiku cahaya lilinku dirimu begitu dekat sehingga kupeluk bau tubuhmu yang lekat rekah bibirmu jaring laba laba pemerangkap lalat dan aku selalu tak mampu berteduh ketika suaramu gerimis aku bahkan tak mau berteduh karena gerimis adalah ular yang berdesis karena gerimis adalah irama yang romantis karena gerimis adalah sihir Isis yang mengobati luka dahaga yang menyu

dalam lumpur gelap (aku dan kamu)

aku pernah tersesat dalam pekat yang menjerat lebih kelam dari hitam langkah langkahku israil selalu berjalan dalam gelap yang gigil dan kamu adalah lentera sempat tercebur kedalam lumpur lalu dengan pelukan lengan kokohnya lumpur itu menenggelamkanmu membuatmu lebur dalam tumpahan anggur aku masih israil dalam langkah langkah hitamku yang gigil dan pada lumpur yang sama aku tenggelam tanpa akar yang mampu kugenggam ketika semburat cahayamu menerpa lalu aku mendekat dalam jarak yang tepat aku telanjang membiarkanmu mengusap kulit kulit lara memohonmu membelai batang batang nestapa berharap cahayamu menghangati sepi dan kamu pun telanjang mengijinkanku mengintimi tubuh tubuh ngilu meraba bekas bekas luka menjamah ceruk ceruk masa lalu dan menatap lekuk lekuk jatidiri kemudian aku mengerti kamu tetap sebuah lentera selalu bercahaya, tetapi bagiku kamu tetap seperti puisi indah tapi tak bisa sepenuhnya kupahami